Tuesday 6 March 2012

sekedar kisah

Dia hanya tersenyum, ketika aku tak sengaja menabraknya. Hari ini adalah hari pertama aku bekerja. Hari Rabu, pukul 07.00 di sebuah gedung tiga lantai di pinggir kota. Itu adalah balasan dari surat lamaran pekerjaan yang aku ajukan beberapa waktu lalu. Aku memutuskan untuk bekerja secara tetap. Sebelumnya aku bekerja serabutan, apa saja, yang halal dan  menghasilkan uang. Hasilnya aku pergunakan untuk melakukan perjalanan. Mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi. Hari ini terpaksa harus berlari-lari, bukan karena aku suka berolahraga, tetapi berkat ban motorku yang pecah di tengah perjalanan. Masih dua kilo lagi untuk sampai kantor, jam tanganku menunjukkan pukul enam lewat lima puluh. Sepuluh menit lagi. Aku sedikit panik. Aku tidak ingin kehilangan kesempatan kerja hari ini. Aku  menuntun motorku, menitipkannya ke tempat parkir terdekat. Kemudian aku berlari. Ya, aku berlari, aku tidak memiliki ide lebih baik lagi saat itu. Dengan terburu-buru aku memasuki gang-gang kecil perkampungan, mencari jalan terdekat. Hingga ketika hampir sampai di gedung tiga lantai itu, aku tak sengaja menabrak seseorang. Tidak begitu keras, aku sempat sedikit menghindar, tapi membuat barang bawaan wanita itu jatuh berantakan. Wanita ya, aku menabrak seorang wanita. Aku segera meminta maaf dan membantu membereskan barang bawaannya. Dia tidak mengucap sepatah katapun. Dia hanya tersenyum, kemudian berlalu begitu saja. Demi memahami arti senyum itu, aku terdiam, tiga puluh detik, memandangi punggungnya yang perlahan menjauh.

Tiga puluh detik berlalu. Jam tanganku menunjukkan pukul enam lewat lima puluh delapan menit. Dua menit lagi. Gedung tiga lantai itu sudah terlihat, beberapa meter lagi. Aku berlari, dalam dua puluh lima detik aku telah memasuki gedung tiga lantai. Belum selesai. Resepsionis menyebutkan bahwa aku harus menemui seseorang di lantai tiga. Aku segan berlari, ini gedung perkantoran. Rasa-rasanya tidak etis jika berlari, aku berjalan cepat,  menuju sebuah lorong, kemudian menyusuri anak-anak tangga menuju lantai tiga. Tanpa kesulitan aku menemukan ruangan seseorang yang harus kutemui. Aku mengetuk pintu, suara dari dalam mempersilahkan masuk. Ketika aku mulai melangkahkan kaki ke dalam ruangan, seseorang yang berada di dalam ruangan lebih dulu berkata, "Anda terlambat tiga puluh detik." Aku menelan ludah.

bersambung...

0 comments:

Post a Comment