Wednesday 18 July 2012

titik temu


bayangkan, kita sedang menuju ke suatu tempat. kita melewati sebuah tangga. sebuah tangga yang menuju ke atas. kita melangkah, menaiki satu demi satu anak tangga. sepuluh anak tangga pertama begitu bersemangat. lima puluh anak tangga, kita mulai terengah-engah. seratus anak tangga, hampir kehabisan tenaga. lima ratus anak tangga, kita benar-benar telah lemas. tetapi lihatlah dua langkah di depan ada sebuah pintu bertabir. kita tidak tahu apakah di sana adalah titik tujuan kita? ataukah di sana ada ratusan anak tangga lain yang harus ditapaki? sementara dahaga telah menyandu begitu hebatnya. terasa kering sekali tenggorokan kita. seakan terdapat padang pasir di dalam-nya, yang teramat kering dan gersang. ah, sungguh dahaga sekali.

diantara dua langkah menuju pintu bertabir itu adalah sebuah jurang. tebingnya berupa rerumputan, dasarnya berupa air yang mengalir tenang. nampak begitu menyegarkan. apa yang harus kita tempuh? melompati jurang yang terlihat menarik itu dan meraih pintu bertabir? sedang kita tak tahu apakah pintu itu adalah ujung jalan ini. dimana konon tersimpan mata air bahagia. mata air yang jika kita meminumnya seteguk saja, maka niscaya kita tidak akan merasa haus hingga seribu tahun. tetapi tabir itu begitu tebal, tidak ada kepastian apa yang ada di sebaliknya. bagaimana jika dibalik tabir itu masih ada ratusan anak tangga. sedang daya yang tersisa ini tinggal sebuah gerakan lemah. jika tak ada mata air di seberang sana, tentu kita akan mati kehabisan tenaga. jika memilih untuk terjun ke jurang, tentu kita akan selamat. tenaga kita akan pulih dengan meneguk airnya.

dengan sisa tenaga terakhir, kita memilih untuk melompat ke jurang. byurr... . terasa segar sekali ketika air itu menyentuh kulit kita. tetapi saat kita meminumnya, dahaga kita tak kunjung mereda. celakalah, karena ternyata itu adalah air asin. habis sudah tenaga kita, dan perlahan kita mulai tenggelam. sejenak, tiba-tiba angin bertiup kencang. begitu kencang hingga pintu bertabir itu goyah. tabirnya tersingkap. nampak sebuah mata air yang mengalir. itukah mata air bahagia? kencangnya tiupan angin membuat mata air itu menciprat, satu tetes diantaranya jatuh ke arah jurang. dan entah mengapa tetesan itu jatuh ke dalam mulut kita. begitu ajaib efeknya, karena satu tetes saja telah setara dengan satu tahun tanpa merasa dahaga. maka seketika bangkitlah kita, tenaga kita muncul kembali. begeraklah kita, mencari jalan untuk meniti tangga itu lagi. melangkah, menaiki satu demi satu anak tangga. dan pada akhirnya kita sampai di anak tangga ke lima ratus. hei, tapi mengapa, mata air itu tak ada di seberang sana? kitapun mencari ke segala arah. hingga, ketika kita menengadah ke atas.. mata air itu terlihat di sana. dalam jarak seratus kali lipat.