Sunday 28 July 2013

bilamana rembulan hidup

apakah hanya seorang penghayal
yang pantas membayangkan
bilamana rembulan hidup

apakah tidak mungkin jika ia
berbincang dengan kita
about calm, about ray

tidakkah kita ingin tahu
bagaimana ia berdamai
with cold, with quiet

bercerita tentang dunianya
bagaimana ia melihat manusia
is it bright, is it dark?

bilamanakah rembulan
jika ia hidup sebagai manusia?

---
duhai, suatu ketika sang pengkhayal mendengar kabar
dahulu kala hiduplah seseorang
seseorang yang wajahnya bersinar bagai purnama
duhai, siapakah gerangan ia
adalah ia, manusia terbaik yang pernah ada
yang membawa kabar gembira dan petunjuk
bagi orang-orang yang percaya

maka sang pengkhayal pun mencari tahu
mempelajari buku-buku, menggali petunjuk
menghayati, bagaimana sang manusia rembulan kala hidup
dan mencoba hidup, bagai manusia rembulan

Saturday 27 July 2013

datang

datang
apa yang membawamu, datang
siapa yang membawamu
untuk apa, datang

datang
apa kau mengenal hujan?
apa kau tahu angin?
cahaya?

datang
mengapa kau harus, datang
apakah kau kan pergi?

datang
kau hadir dalam tanya
dalam teka-teki

datang
untuk bertamu

datang
dan bertanya

datang..

Wednesday 10 July 2013

hari ini tiba

Hari ini tiba-tiba banyak orang memperhatikan hilal. Hari ini adalah tanggal 29 sya’ban, banyak mata tertuju ke langit. Menjadi saksi apakah bulan yang baru terlahir hari ini atau tertunda esok. Setelah hilal itu terlihat, banyak orang tiba-tiba memperhatikan amalannya. Menjaga perbuatannya, menjadi setingkat, atau setengah tingkat lebih alim. Orang-orang mendadak merasa lebih dekat dengan Penciptanya. Merasa harus lebih mencintai Sang Maha Mencitai. Ajaib sekali bukan?
Eits, sebelum terlalu jauh, sebenarnya tulisan ini tidak hendak membicarakan bulan yang suci itu. Saya hanya ingin menyampaikan sebuah surat perpisahan kepada anda. Sebagaimana bulan dan matahari yang berputar, maka saya pikir waktu telah tiba. Saya memutuskan untuk berevolusi. Saya hendak berkelana, ke tempat asing yang belum pernah saya kunjungi. Saya tidak tahu dimana pastinya, biarlah nanti nasib yang menentukan sebagaimana ia mempertemukan kita dulu.
Saya tahu, ketika anda membaca tulisan ini, anda pasti bersedih. Perpisahan. Sebuah keadaan yang begitu asing bagi kita. Sebuah kata yang kita hindari selama ini. Sebuah niscaya yang meski tidak kita harapkan, secara tidak sadar selalu kita tunggu. Karena ia pasti. Datang mengambil sesuatu yang berharga milik kita. Tetapi jangan takut. Ia bukan makhluk yang jahat. Ia hanya ciptaan yang terlihat kejam. Barangkali kita hanya akan menebus dengan air mata, dan segumpal penyesalan, atau kesedihan. Dan waktu akan selalu menjadi pelipur yang manjur.
Pada saat saya menuliskan ini, terbayang begitu banyak ingatan. Saat pagi yang cerah. Saat kita saling bertanya. Saya bertanya siapakah anda. Anda bertanya siapakah saya. Di dalam hati. Sejak saat itu kita melalui banyak hal. Bermain bersama. Tertawa. Menangis bersama. Berbagi. Bermain bersama. Belajar. Menghadapi duka, lara. Hujan ataupun terik. Saya sangat berterima kasih atas waktu yang kita lalui bersama. Terasa begitu indah. Bagai cahaya. Terang, melesat begitu saja.
Anda tahu, ketika saya mengingat masa-masa itu. Saya selalu ingin mengabadikannya melalui tulisan. Saya selalu ingin bercerita lewat huruf-huruf. Memutar ulang masa yang telah berlalu dengan kata-kata. Tetapi ketika hendak mengetikkannya, huruf-huruf itu, kata-kata itu entah mengapa tak ingin bicara. Mendadak ia kelu. Bisu. Seketika ia menjadi kuyup, oleh air yang entah turun dari mana. Sebenarnya, anda lebih tahu alasannya. Bahwa saya memang tidak pandai bercerita.
Di paragraf terakhir ini, saya hendak berpesan kepada anda. Anda tentu pernah sekali-dua kali membaca puisi saya. Suatu ketika saya pernah menulis bahwa meski kita berpisah, sejatinya kita tetap bisa bersama. Meski raga saya, jasad saya tak dapat anda jumpai, setidaknya anda masih dapat merasai jiwa saya. Dalam setiap tulisan saya, dalam setiap kenangan yang anda simpan. Dimana saja, saya tahu anda memiliki saya dalam tubuh anda. Dalam jiwa anda. Saya adalah diri anda sendiri. Bayangkan anda adalah amoeba yang membelah diri, ketika saya pergi. Anda tetap bisa hidup dengan normal.
Ah maaf, ternyata saya perlu menulis satu paragraf lagi. Saya tahu, terkadang urusan perasaan memang tak dapat diduga. Tetapi ingatlah, jika anda rindu nanti, tulislah sepucuk surat, yang tak perlu pena untuk menuliskannya pada kertas. Bisikkanlah. Biar yang Maha Mendengar menyampaikan surat rindu anda kepada saya. Biar yang Maha Mendengar menyampaikan segalanya. Anda tentu selalu percaya kepada-Nya, bukan?
Bulan ini, tiba-tiba banyak orang berlomba untuk menjadi lebih baik. Tetapi saya tidak merasa ada yang berubah dalam diri saya. Hari ini saya merasa perlu untuk lebih mencintai anda. Esok, saya akan pergi,   menjari jalan terbaik untuk anda. Jika saya kembali, anda akan menemui yang terbaik dari diri saya. Dan jika saya pergi selamanya, maka itulah yang terbaik yang dapat saya berikan kepada anda. Terima kasih atas segala yang anda berikan kepada saya. Terima kasih Tuhan.