Thursday 3 February 2011

kisah kupu-kupu dan sebatang pohon

Aku pernah melihat sekawanan kupu-kupu. Riang mereka bermain-main di sebuah pohon. Tampak senang dan mesra, berputar-putar, saling kejar. Tersenyum aku memandangnya, serasa turut merasakan jua keceriaan mereka.

Tapi, siang tadi kulihat pohon itu tumbang. Dan kawanan kupu-kupu itu tak kulihat lagi adanya. Kemana mereka? Aku hanya bertanya dalam hati dan mengira-ngira. Mungkin mereka telah menemukan pohon yang lain. Sebagai taman baru tempat bermain menghabiskan hari. Dengan keriangan, canda, dan tawa tanpa perlu merisaukan pohon lama yang telah tumbang.

Ah, aku menjadi sedih. Mungkin tak akan kulihat lagi kawanan kupu-kupu di pohon itu. Meski pohon yang tinggal separuh itu masih bertahan hidup. Tak terlihat lagi kemesraannya bersama makhluk Tuhan yang indah itu. Tinggal pohon itu saja, yang tua dan sepi. Yang masih terus kutengok setiap pagi. Berharap kawanan kupu-kupu datang kembali.

Makin sedih, penantian hari demi hari yang kosong. Pohon itu tetap sendiri. Sunyi, bersama detik waktu yang bergeser berat. Makin tragis daunnya, dimakani ulat-ulat. Sampai tak tahan aku dan tak ku tengok lagi.

...

Hingga suatu pagi, kupu-kupu itu kembali! Ah, tidak. Itu adalah ulat-ulat nakal yang telah bermetamorfosis sempurna! Aku menemukan sisa kepompongnya di bawah pohon itu. Sungguh senang! Kemesraan yang dulu hilang, kini kembali lagi. Tak ada lagi tatapan kosong. Kini mataku berwana pelangi. Memandangi kupu-kupu beraneka rupa warnanya. Berkejar-kejar, bersenandung, bercakap dengan bahasa mereka. Aku tak mengerti memang. Tapi kurasakan cerianya.


-dalam taman penuh warna, lihatlah bunga beribu memesona-
-petiklah lagu pada satu irama, bersenandung nyanyian penuh mesra-